Sambiloto
Sambiloto merupakan salah satu tanaman obat yang banyak dibutuhkan dalam industri obat tradisional di Indonesia, bahkan telah ditetapkan untuk dikembangkan sebagai obat fitofarmaka. Cukup banyak klaim yang menunjukkan manfaat sambiloto dalam pengobatan tradisional, seperti untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap infeksi kuman, anti diare, gangguan lever, dan anti bakteri.
Saat ini bahan baku sambiloto untuk industri obat tradisional diambil dari tumbuhan liar dengan kondisi lingkungan yang sangat beragam. Hal ini yang menyebabkan mutu simplisia yang dihasilkan sangat beragam pula. Oleh sebab itu, teknik budidaya yang baku perlu diterapkan agar diperoleh bahan baku dalam jumlah yang memadai, mutu sesuai standar, dan kontinyuitas pasokan bahan baku dapat dijamin.
Menanam sambiloto bisa dilakukan di dalam polibag atau langsung di lapangan. Namun untuk memperoleh bahan baku yang banyak dan kontinyu, penanaman sebaiknya dilakukan langsung di lapangan.
Menanam sambiloto bisa dilakukan di dalam polibag atau langsung di lapangan. Namun untuk memperoleh bahan baku yang banyak dan kontinyu, penanaman sebaiknya dilakukan langsung di lapangan.
1. Persyaratan Tumbuh
Secara alami, sambiloto tumbuh mulai dari dataran pantai sampai 600 m dpl, dengan curah hujan 2000-3000 mm/th. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar matahari atau sedikit ternaungi. Sambiloto mampu tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Namun demikian, untuk menghasilkan produksi yang maksimal, diperlukan kondisi tanah yang subur, seperti Andosol dan Latosol.
2. Bahan Tanaman
Sambiloto dapat diperbanyak secara vegetatif (dengan setek) maupun generatif (dengan biji). Pembenihan dengan biji dilakukan dengan cara merendam biji terlebih dahulu selama 24 jam dan kemudian dikeringkan sebelum disemai. Penyemaian dilakukan pada bedeng dengan media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1 : 1 : 1. Perkecambahan akan terjadi sekitar 7 hari kemudian. Setelah mempunyai 5 helai daun, benih kemudian dipindah ke polibag dengan media tanam campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang. Benih dapat dipindah ke lapang setelah 21 hari.
Benih dari setek diambil dari 3 ruas pucuk tanaman yang sudah berumur 1 tahun. Benih setek siap dipindahkan ke lapang setelah berumur 21 hari. Benih dari setek lebih cepat berbunga dibandingkan benih dari biji.
3. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah dilakukan agar diperoleh tanah yang gembur dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam ± 30 cm. Tanah hendaknya dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Saluran drainase harus diperhatikan, terutama pada lahan yang datar jangan sampai terjadi genangan (drainase kurang baik). Pembuatan dan pemeliharaan drainase dimaksudkan untuk menghindari berkembangnya penyakit tanaman.
4. Penanaman
Untuk menghasilkan pertumbuhan tanaman yang maksimal, jarak tanam yang dianjurkan adalah 40 x 50 cm atau 30 x 40 cm disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Penanaman dapat dilakukan pada bedengan maupun guludan yang disesuaikan dengan kondisi lahan.
5. Pemupukan
Ketersediaan unsur hara seperti N, P, dan K juga menentukan produksi dan mutu simplisia sambiloto. Pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman sambiloto meliputi pupuk kandang, pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam. Dosis pupuk kandang anjuran berkisar antara 10-20 ton/ha, disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah. Pada tanah yang miskin dan kurang gembur, dianjurkan untuk memberikan pupuk kandang lebih banyak. Dosis pupuk buatan yang dianjurkan adalah 100-200 kg Urea, 150 kg SP-36, 100-200 kg KCl per hektar. Pupuk SP-36 dan KCl diberikan pada saat tanam, sedang Urea diberikan dua kali, yakni pada umur 1 dan 2 bulan setelah tanam, masing-masing setengah dosis.
6. Pemeliharaan.
Pemeliharaan perlu dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Penyiangan dilakukan seperlunya disesuaikan dengan kondisi perkembangan gulma. Disamping itu, drainase perlu juga dipelihara untuk menghindari terjadinya genangan air.
Organisme pengganggu tanaman seperti hama dan penyakit yang ditemukan menyerang pertanaman sambiloto adalah Aphis spp dan Sclerotium sp. Sclerotium sp seringkali menyerang sambiloto khususnya pada musim hujan, dan menyebabkan tanaman layu. Penggunaan bubuk cengkeh atau eugenol dapat mencegah penyebaran Sclerotium sp.
7. Pola tanam
Sampai saat ini sambiloto belum dibudidayakan secara luas. Rendahnya produktivitas tanaman dan tingkat pendapatan yang diperoleh dari budidaya sambiloto secara monokultur menyebabkan petani tidak tertarik untuk membudidayakan sambiloto. Pembudidayaan sambiloto secara tumpangsari dengan tanaman pangan merupakan salah satu cara untuk menarik minat petani mengembangkan sambiloto. Sambiloto memungkinkan untuk ditanam secara tumpangsari karena tanaman ini mampu tumbuh dan menghasilkan mutu yang baik pada kondisi ternaungi.
8. Panen
Panen sebaiknya segera dilakukan sebelum tanaman berbunga, yakni sekitar 2 - 3 bulan setelah tanam. Panen dilakukan dengan cara memangkas batang utama sekitar 10 cm diatas permukaan tanah. Panen berikutnya dapat dilakukan 2 bulan setelah panen pertama. Produksi sambiloto dapat mencapai 35 ton biomas segar per ha, atau sekitar 3 - 3,5 ton simplisia per ha. Biomas hasil panen dibersihkan, daun dan batang kemudian dijemur pada suhu 40 - 50°C sampai kadar air 10 %. Penyimpanan ditempatkan dalam wadah tertutup sehingga tingkat kekeringannya tetap terjaga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar